Sabtu, 12 Desember 2015





Tanda salib menunjukkan dua makna. Pertama, tanda salib mengungkapkan tanda keselamatan kita, yaitu salib Kristus; dan kedua, tanda salib mengungkapkan inti iman kita kepada Allah Tritunggal, yang dinyatakan saat kita menerima sakramen baptisan. Maka pembuatan tanda salib sebenarnya juga dimasukkan ke dalam persekutuan kasih Allah Tritunggal.

Gerakan Tanda Salib juga telah dilakukan sejak masa Gereja Perdana untuk memulai dan mengakhiri doa. Para Bapa Gereja telah menegaskan penggunaan Tanda Salib dalam setiap gerakan kehidupan. Tanda Salib, harus dilakukan dengan khidmat. Dengan Tanda Salib, kita menyadari kehadiran Tritunggal Mahakudus. Kita juga harus ingat bahwa Salib adalah tanda keselamatan kita. Yesus Kristus, sungguh Allah, sungguh manusia, yang mempersembahkan kurban sempurna bagi penebusan  dosa-dosa kita di atas altar salib.

Tata cara membawakan Tanda Salib
Paus Inosensius III (1198-1216) memberikan instruksi sbb: "Tanda Salib dibuat dengan tiga jari, sebagai tanda perlindungan Tritunggal Mahakudus. Beginilah cara melakukannya: dari atas ke bawah sebab Kristus turun dari surga ke bumi, dan dari kiri ke kanan, sebab dari sengsara (kiri) kita harus beralih menuju kemuliaan (kanan), sama seperti Kristus beralih dari mati menuju hidup."

Tanda salib dalam perayaan Ekaristi dibawakan sbb: Pemimpin mengucapkan "Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus (sementara itu semua umat membuat tata gerak salib mulai dari dahi, dada, bahu kiri, bahu kanan), dan umat menanggapi dengan 'Amin'. Jadi, pada dasarnya tanda salib dalam perayaan Ekaristi bersifat dialogal. Pemimpin mengucapkan 'Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus' dan umat mengamini dengan aklamasi 'Amin'. Baik dilafalkan maupun dilagukan, jawaban 'Amin' ini harus mantap. Dengan tanda salib, tubuh kita telah dimaterai dan disucikan oleh Allah sehingga siap meneria rahmatNya dalam Perayaan Ekaristi.

Tertulianus (wafat th.250) menggambarkan kebiasaan membuat Tanda Salib: "Dalam segala kegiatan dan gerakan, setiap kali kami datang maupun pergi, saat makan, saat menyalakan lilin, saat berbaring, dalam segala apapun yang kami lakukan, kami menandai dahi kami dengan Tanda Salib"/

St. Sirilius dari yerusalem (wafat th.386) dalam pengajaran Katakesenya menyatakan, "Jadi, marilah kita tanpa malu-malu mengakui Yang Tersalib. Jadikan Salib sebagai materai kita, yang dibuat dengan mantap menggunakan jari-jari di dahi kita dan dalam segala kesempatan; atas roti yang kita makan dan cawan yang kita minum, saat kita datang dan pergi; sebelum kita tidur, saat kita berbaring dan saat kita terjaga; saat kita bepergian, dan saat kita beristirahat

Sumber: Warta Paroki Gereja St. Joseph pelindung pekerja Manado

0 komentar:

Posting Komentar